Asal Mula “Ragunan”
Nama Ragunan berasal dari Pangeran Wiraguna. Nama aslinya adalah Hendrik
Lucaasz Cardeel, seorang Belanda yang mendapat gelar kehormatan dari
Sultan Haji, nama lain dari Sultan Banten Abu Nasar Abdul Qahar, putra
Sultan Ageng Tirtayasa. Cardel mendapat gelar ini karena ia menjadi tuan
tanah pertama di kawasan tersebut. Menarik untuk disimak, bagaimana
seorang Belanda kelahiran Steenwijk, dianugerahi gelar begitu tinggi
oleh Sultan Banten, musuh Belanda.
Menara Masjid Banten Pada tahun 1675 dari Banten terbetik berita, bahwa
sebagian dari Keraton Surasowan, tempat bertahtanya Sultan Ageng
Tirtayasa, terbakar. Diceritakan, setelah kebakaran itu datanglah
Hendrik Lucaasz Cardeel, seorang juru bangunan yang mengaku melarikan
diri dari Batavia, karena ingin memeluk agama Islam dan membaktikan
dirinya kepada Sultan Banten. Bak pucuk dicinta, ulam tiba, Sultan Haji
yang saat itu sedang membutuhkan ahli bangunan berpengalaman tertarik
dan menerima kehadiran Cardeel. Dalam tradisi Kesultanan Banten, orang
asing diberi dua pilihan: tetap memegang keyakinannya dan berbisnis dari
luar tembok istana, atau ia berpindah ke agama Islam. Dengan menjadi
Muslim, ia dapat mengikat kontrak dengan istana, memperoleh ijin
berdagang bebas dan berhak pula memperoleh pekerjaan bergengsi. Cardeel
memilih opsi kedua. Ia bahkan menikah dengan seorang pribumi Banten
bernama Nilawati. Atas dasar kepercayaan, Cardeel ditugaskan untuk
memimpin pembangunan istana Surasowan Banten, termasuk membangun
bendungan dan istana peristirahatan si sebelah hulu Cibanten. Bendungan
ini lambat laun dikenal dengan ama Bendungan dan Istana Tirtayasa.
Keterampilan Cardeel dalam membangun sesuai permintaan Sultan Haji
rupanya cukup menarik perhatian. Bahkan lebih dari itu, dalam sebuah
riwayat, Sultan Haji sampai terkagum-kagum dengan karya besar Cardeel
dalam membuat rancangan dan menuangkannya dalam bentuk bangunan. Ia lah
yang mengusulkan pembangunan kelengkapan masjid Agung Banten, seperti
menara serta bangunan tiyamah yang berfungsi sebagai tempat musyawarah
dan kajian-kajian keagamaan. Hingga, karena ketertarikan akan karya
Cardeel ini, perhatian Banten yang waktu itu sedang berkonfrontasi
dengan pemerintahan Batavia menjadi terlupakan. Padahal, pada saat yang
sama, Belanda sedang berkonsentrasi ke Jawa Tengah dan Jawa Timur
membantu Mataram menghadapi pemberontakan Trunojoyo di tahun 1677 hingga
1681.
Gelar Pangeran Aria Wiraguna Pada waktu itu, Sultan Haji memang belum
diangkat menjadi raja. Kekuasaan masih di tangan Ayahnya, SUltan Ageng
Tirtayasa. Sultan Haji merasa sudah waktunya ia memimpin kesultanan
Banten. Permintaan itu ditolak oleh ayahnya dan kemudian terjadilah
perang perebutan tahta antara ayah dan anak. Dalam keadaan terdesak,
Sultan Haji mengirim utusan untuk meminta bantuan kompeni Belanda.
Utusan yang membawa amanat ke Belanda tak lain adalah Cardeel, sang
arsitek istana dan bendungan itu yang sudah mendapat gelar Kiai Aria
Wiraguna. Permintaan Sultan Haji melalui Cardeel ini diterima Kompeni.
Belanda akhirnya membantu Sultan Haji merebut kekuasaan dari tangan
ayahnya dan berhasil. Atas dasar jasa-jasa Cardeel, gelar Kiai Aria
Wiraguna ditingkatkan menjadi Pangeran Aria Wiraguna.
Kembali ke Batavia Beberapa tahun kemudian, setelah sekian lama menetap
di Banten, Cardeel alias Pangeran Wiraguna pamit pulang ke Belanda. Ia
merasa keberadaannya di istana lambat laun makin banyak tidak disukai.
Ia pun diijinkan pulang di tahun 1689. Bukannya pulang ke Belanda,
setelah mendapat restu Pangeran Wiraguna ini malah kembali ke Batavia.
Oleh Dewan Hindia kedatangannya disambut kembali. Gubernur Jenderal
Champhuys yang berkuasa waktu itu kembali menetapkan dirinya sebagai
orang Belanda yang beragama Kristen. Nilawati, istrinya, diceraikan
dengan alasan telah berselingkuh. Namanya muncul pada tahun 1695 sebagai
seorang asisten pribadi residen Batavia, seorang tuan tanah dan
operator mesin potong dengan kontrak harus mensuplai kayu pada VOC.
Dengan kekayaannya ia menguasai tanah luas di selatan Batavia. Dia di
sana kemudian dikenal sebagai tuan tanah yang kaya raya. Karena luasnya
tanah yang dimiliki Pangeran Wiraguna, penduduk di sekitarnya
menjulukinya daerah tersebut dengan sebutan tanah Wiraguna, yang lambat
laun berubah menjadi tanah Ragunan atau wilayah Ragunan.
Oleh : Nanang Cahyana Al-Majalayi
sumber: - id.wikipedia.org (De Haan 1910, 1911, 1935; Colenbrander 1925,
jilid 2) - adangdaradjatun.com - idjakarta.com - google.com