Selasa, 09 Oktober 2012

Asal Mula Ragunan

Asal Mula “Ragunan” Nama Ragunan berasal dari Pangeran Wiraguna. Nama aslinya adalah Hendrik Lucaasz Cardeel, seorang Belanda yang mendapat gelar kehormatan dari Sultan Haji, nama lain dari Sultan Banten Abu Nasar Abdul Qahar, putra Sultan Ageng Tirtayasa. Cardel mendapat gelar ini karena ia menjadi tuan tanah pertama di kawasan tersebut. Menarik untuk disimak, bagaimana seorang Belanda kelahiran Steenwijk, dianugerahi gelar begitu tinggi oleh Sultan Banten, musuh Belanda. Menara Masjid Banten Pada tahun 1675 dari Banten terbetik berita, bahwa sebagian dari Keraton Surasowan, tempat bertahtanya Sultan Ageng Tirtayasa, terbakar. Diceritakan, setelah kebakaran itu datanglah Hendrik Lucaasz Cardeel, seorang juru bangunan yang mengaku melarikan diri dari Batavia, karena ingin memeluk agama Islam dan membaktikan dirinya kepada Sultan Banten. Bak pucuk dicinta, ulam tiba, Sultan Haji yang saat itu sedang membutuhkan ahli bangunan berpengalaman tertarik dan menerima kehadiran Cardeel. Dalam tradisi Kesultanan Banten, orang asing diberi dua pilihan: tetap memegang keyakinannya dan berbisnis dari luar tembok istana, atau ia berpindah ke agama Islam. Dengan menjadi Muslim, ia dapat mengikat kontrak dengan istana, memperoleh ijin berdagang bebas dan berhak pula memperoleh pekerjaan bergengsi. Cardeel memilih opsi kedua. Ia bahkan menikah dengan seorang pribumi Banten bernama Nilawati. Atas dasar kepercayaan, Cardeel ditugaskan untuk memimpin pembangunan istana Surasowan Banten, termasuk membangun bendungan dan istana peristirahatan si sebelah hulu Cibanten. Bendungan ini lambat laun dikenal dengan ama Bendungan dan Istana Tirtayasa. Keterampilan Cardeel dalam membangun sesuai permintaan Sultan Haji rupanya cukup menarik perhatian. Bahkan lebih dari itu, dalam sebuah riwayat, Sultan Haji sampai terkagum-kagum dengan karya besar Cardeel dalam membuat rancangan dan menuangkannya dalam bentuk bangunan. Ia lah yang mengusulkan pembangunan kelengkapan masjid Agung Banten, seperti menara serta bangunan tiyamah yang berfungsi sebagai tempat musyawarah dan kajian-kajian keagamaan. Hingga, karena ketertarikan akan karya Cardeel ini, perhatian Banten yang waktu itu sedang berkonfrontasi dengan pemerintahan Batavia menjadi terlupakan. Padahal, pada saat yang sama, Belanda sedang berkonsentrasi ke Jawa Tengah dan Jawa Timur membantu Mataram menghadapi pemberontakan Trunojoyo di tahun 1677 hingga 1681. Gelar Pangeran Aria Wiraguna Pada waktu itu, Sultan Haji memang belum diangkat menjadi raja. Kekuasaan masih di tangan Ayahnya, SUltan Ageng Tirtayasa. Sultan Haji merasa sudah waktunya ia memimpin kesultanan Banten. Permintaan itu ditolak oleh ayahnya dan kemudian terjadilah perang perebutan tahta antara ayah dan anak. Dalam keadaan terdesak, Sultan Haji mengirim utusan untuk meminta bantuan kompeni Belanda. Utusan yang membawa amanat ke Belanda tak lain adalah Cardeel, sang arsitek istana dan bendungan itu yang sudah mendapat gelar Kiai Aria Wiraguna. Permintaan Sultan Haji melalui Cardeel ini diterima Kompeni. Belanda akhirnya membantu Sultan Haji merebut kekuasaan dari tangan ayahnya dan berhasil. Atas dasar jasa-jasa Cardeel, gelar Kiai Aria Wiraguna ditingkatkan menjadi Pangeran Aria Wiraguna. Kembali ke Batavia Beberapa tahun kemudian, setelah sekian lama menetap di Banten, Cardeel alias Pangeran Wiraguna pamit pulang ke Belanda. Ia merasa keberadaannya di istana lambat laun makin banyak tidak disukai. Ia pun diijinkan pulang di tahun 1689. Bukannya pulang ke Belanda, setelah mendapat restu Pangeran Wiraguna ini malah kembali ke Batavia. Oleh Dewan Hindia kedatangannya disambut kembali. Gubernur Jenderal Champhuys yang berkuasa waktu itu kembali menetapkan dirinya sebagai orang Belanda yang beragama Kristen. Nilawati, istrinya, diceraikan dengan alasan telah berselingkuh. Namanya muncul pada tahun 1695 sebagai seorang asisten pribadi residen Batavia, seorang tuan tanah dan operator mesin potong dengan kontrak harus mensuplai kayu pada VOC. Dengan kekayaannya ia menguasai tanah luas di selatan Batavia. Dia di sana kemudian dikenal sebagai tuan tanah yang kaya raya. Karena luasnya tanah yang dimiliki Pangeran Wiraguna, penduduk di sekitarnya menjulukinya daerah tersebut dengan sebutan tanah Wiraguna, yang lambat laun berubah menjadi tanah Ragunan atau wilayah Ragunan. Oleh : Nanang Cahyana Al-Majalayi sumber: - id.wikipedia.org (De Haan 1910, 1911, 1935; Colenbrander 1925, jilid 2) - adangdaradjatun.com - idjakarta.com - google.com